Keberlanjutan Utang di Negara Indonesia

Indonesia telah menetapkan kerangka kebijakan fiskal yang telah menurunkan suku bunga utang negara dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai konsekuensinya, kepercayaan investor telah meningkat, dan prospek ekonomi dan pengurangan kemiskinan jangka panjang telah menguat.

Aturan defisit, yang membuat kebijakan fiskal lebih dapat diprediksi, adalah inti dari pencapaian ini, akan tetapi pada elemen kunci lainnya tergolong desentralisasi, yang kini membuat pengeluaran pada pemerintah lebih jauh responsif terhadap kebutuhan lokal, kebangkitan keuangan syariah, yang cenderung membuat sektor keuangan lebih inklusif, dan pelaporan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang meminta pertanggungjawaban pemerintah terhadap tujuannya.

Kekuatan dan juga keuntungan dari perubahan ini ditunjukkan selama krisis COVID-19. Pemerintah Indonesia, seperti halnya negara-negara lain, telah bereaksi terhadap epidemi dengan membantu masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mereka dan menjaga agar perekonomian tetap berjalan. Tahun ini dan terakhir, reaksi ini mengharuskan peningkatan sementara defisit anggaran. Tingkat tabungan federal dan beban utang keduanya meningkat sebagai akibat dari defisit yang lebih besar. Meskipun demikian, pertumbuhan utang tidak terlalu besar dan berasal dari basis yang rendah.

Menurut penilaian tahunan IMF terbaru, total utang pendapatan umum telah meningkat dari sekitar 31% dari PDB pada akhir 2019 menjadi 36% dari PDB tahun lalu. Rasio utang terhadap pendapatan harus mencapai 41% pada akhir tahun.

Suku bunga ekspor yang lebih lemah dan kumpulan tabungan yang besar telah memungkinkan beberapa negara, termasuk banyak negara maju, untuk mendanai utang yang lebih besar daripada yang kita yakini mungkin hanya beberapa tahun yang lalu. Namun, tingkat utang Indonesia akan dianggap berkelanjutan bahkan di bawah kerangka kerja sebelumnya.

Bukti apa yang kita miliki untuk mendukung klaim kita? Untuk satu hal, stabilitas Indonesia selama epidemi merupakan faktor positif. Investor asing telah kembali setelah menjual utang Indonesia tahun lalu. Meskipun defisit meningkat, inflasi rendah, rekening tabungan terkendali, dan biaya pinjaman banyak. Pelaku pasar setuju.

Terlepas dari manfaat suku bunga global yang rendah, suku bunga obligasi Indonesia sekarang tidak lebih tinggi dari sebelumnya untuk COVID-19. Pemberi pinjaman hipotek tidak menurunkan kelayakan kredit Indonesia, tidak seperti banyak negara berkembang lainnya.